Sangkuni Era Kini Berpenampilan Layaknya Oppa Korea

Semasa kecil saya suka mendengarkan cerita dari kakek saya. Namun, tidak seperti teman-teman saya pada umumnya.  Kebanyakan mereka diberikan cerita oleh orang tuanya tentang dongeng “i siap selem”, “Pan Balang Tamak” ataupun “kisah yang berkaitan dengan sisi baik dan buruk”.

Sebelum tidur saya terbiasa mendengar kisah-kisah epos yang kisahnya heroik, dramatis dan sesekali jenaka. Di sela-sela itu ayah selalu menyampaikan pesan tersirat dibalik apa yang telah diceritakan.

Banyak kisah yang telah Saya dengarkan dari beliau. Namun kisah yang sampai saat ini masih saya ingat ialah kisah perang Mahabharata. Perang saudara antara putra-putra dari Destarata dan istrinya Gandari yang masyhur dengan sebutan Kurawa. Melawan pasukan  Pandawa yang tak lain ialah putra-putra dari adiknya Destarata sendiri yakni Prabu Pandu.

Dalam perang ini pihak Pandawa sebagai simbol kebaikan (protagonis) sedangkan Kurawa beserta sekutunya adalah simbol kejahatan (antagonis). Perang ini terjadi karena Pandawa yang terus diperdaya pasukan Kurawa.

***

Di sisi lain pihak Kurawa dengan penuh jumawanya merasa benar sendiri. Sehingga pertempuran 18 hari yang dikenal dengan perang Mahabharata ini terjadi. Akhir tragis menimpa Kurawa karena kemenangan telak ada di tangan Pandawa.

Di balik huru-hara Mahabharata ada banyak tokoh yang terlibat di dalamnya. Dan menurut saya, salah satu tokoh yang masih populer sampai detik ini ialah Sangkuni. Buktinya hari ini jika ada seseorang yang namanya dijuluki sebagai Sangkuni maka ia akan merasa risih dan tidak menyukainya. Mengapa Sangkuni?

Sangkuni merupakan biang keladi dari huru-hara di kerajaan Kurusetra dalam kisah Mahabharata ini. Ia adalah aktor intelektual yang bekerja di balik layar sehingga terjadi perang saudara yang maha dahsyat.  Kebencian Sangkuni bermula sejak melihat saudarinya (Gandari) menikah dengan Destarata si buta.

Baginya menjadi istri dari orang yang buta merupakan sebuah penghinaan terhadap kehormatan keluarganya. Sehingga ia bersumpah akan membuat keluarga dari Destarata dan adiknya (Pandu) supaya hancur sehancur-hancurnya. Karena baginya hanya dengan melihat kehancuran yang ada pada keluarga merekalah, kehormatan keluarga dari Sangkuni bisa kembali.

Singkat cerita Sangkuni ditunjuk oleh saudarinya untuk mengasuh putra-putranya yang tak kurang dari 100 bersaudara. Anak yang paling tua dari mereka bernama Duryudhana. Dialah yang menjadi pemimpin pasukan Kurawa ketika pecah perang Mahabharata. Sejak kecil pasukan Kurawa ditanamkan rasa kebencian oleh sang paman (Sangkuni).

Sehingga dendam yang membara memenuhi ruang dada mereka terhadap lima bersaudara dari Pandawa. Mereka ialah Yudistira, Bhima, Arjuna, dan si kembar Nakula-Sadewa. Berbeda dengan Kurawa, para Pandawa mendapat asuhan dari Guru Drona yang selalu mengajarkan kebaikan dan keterampilan berperang.

***

Dalam dunia epos, tokoh Sangkuni ini digambarkan dengan sosok yang lebar mulutnya. Filosofinya ialah karena ia ahli dalam bersilat lidah. Dengan kefasihan bertutur kata membuat orang yang bicara dengannya selalu menjadi terperdaya oleh manis bibirnya. Banyak kedustaan yang terucap dari mulutnya.

Ketika ia mendapat kabar tentang sesuatu dengan kreativitasnya iapun mengubahnya sehingga ia tidak amanah dalam menyampaikan suatu pesan berita. Kecerdikan dalam bersiasat yang ia punya menjadikan banyak orang tertipu oleh muslihatnya.

Ia juga terkenal pandai merayu dan meyakinkan seseorang dengan susunan kata-kata yang ia rancang. Sehingga Duryudhana dan para saudaranya tak bisa lepas dari pengaruh pamannya itu.

Sosok Sangkuni yang sakti mandraguna tubuhnya kebal dari berbagai macam senjata. Ia terlampau besar kepala seakan tak ada yang mampu menggagalkan aksinya. Tragis, sayang sekali ia mati di hari terakhir peperangan Mahabharata di tangan keponakannya sendiri si Duryudhana setelah babak belur dihajar oleh Bhima. Kisah ini saya cukupkan sampai di sini. Jika penasaran seperti apa kisah lengkapnya, silahkan dibaca sendiri kisah epos Mahabharata.

Ada banyak hal yang dapat kita ambil pelajaran dari kisah tragisnya Sangkuni. Betapa cerdasnya ia, betapa kuatnya ia dan betapa hebatnya ia. Semua pemberian dari Yang Maha Kuasa telah ia salahgunakan. Kecerdikan telah berubah menjadi kelicikan dan melahirkan kepicikan.

Sehingga ia tak mampu lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah.  Semua terjadi karena nafsu telah membutakan jiwa dan mata batinnya. Tetapi ternyata setiap keburukan akan berakhir pada kehancuran.

***

Sosok Sangkuni ini menjadi simbol keburukan yang sempurna dalam kisah Pandawa. Di dalam semua ajaran agama di muka bumi ini mendeskripsikan tanda-tanda kemunafikan. Ketika ia bicara, ia berdusta. Ketika diberikan amanat, ia berkhianat, dan ketika berjanji, ia suka mengingkari.

Sikap takabur atau besar kepala yang ia punya juga pernah disebutkan sebagai sikap yang dimiliki oleh iblis ketika di surga. Dari sikap takabur itulah yang menyebabkan iblis dikeluarkan dari surga.

Di balik itu semua sebenarnya Sangkuni memiliki tujuan yang mulia karena ingin mengangkat kehormatan keluarganya. Namun jalan sesat yang ia pilih menjadikan kehancuran harus ia tebus sebagai konsekuensinya.

Beberapa sikap buruk di atas sering kali kita jumpai dalam kehidupan nyata. Bahkan tak jarang nampak  pada diri orang-orang di dekat kita. Atau justru mendarah daging dalam tubuh kita. Hanya kita yang tahu tentunya. Maka dari itu mari kita hindari dan sebisa mungkin kita perbaiki diri dari karakteristiknya  Sangkuni. Jika kita tidak mau dijuluki sebagai Sangkuni-Sangkuninya zaman ini.

Dalam tulisan kali ini selain saya mengajak kita semua untuk mengambil pesan moral dari kisah Mahabharata. Jadi ketika Sangkuni-Sangkuni memengaruhi kita dengan kata-kata manisnya, kita diharapkan mengenal diri sendiri agar Sangkuni tersebut tidak akan mampu memengaruhi pikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Sangkuni masa kini terlihat layaknya orang baik dan tertindas namun di balik itu semua hanya sebuah cara untuk meracuni pikiran-pikiran jernih kita.

 

"Kebahagiaan hidupmu bergantung pada kualitas pikiranmu." -Marcus Aurelius

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JIKA MAU MENGAJAR JANGAN PERNAH BERHENTI BELAJAR

Pemimpin Pembelajar dalam Pengelolaan Sumber Daya (Koneksi Antarmateri)

Memahami pernyataan FIFA