Belajar Untuk Menerima Semuanya Layaknya Sebuah Botol


“Aku tak minta dilahirkan sebagai botol!” teriakanku menggelegar di ruangan penyimpan air mineral. Teman-temanku yang lain mulai mencegahku agar tidak keluar dari ruangan ini. Sesungguhnya aku pun tak ingin berada di sini untuk mengisi air yang memberatkan tubuhku. Aku hanya ingin bebas dan hidup santai.

“Akan tetapi kau harus menerima takdirmu!” ujar ketua botol yang suaranya lebih lantang daripada suaraku. Tubuhku mendadak membeku. Ketua botol berdiri di tengah-tengah kami, lalu mulai menceramahiku dan botol-botol lain yang ikut memberontak diam-diam.

“Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerima. Contohnya, batu tak pernah mengeluh menjadi batu. Ia tetap kokoh dan membantu manusia walaupun dalam diam. Kita adalah botol yang sangat berguna. Kita menampung air agar bisa diminum oleh manusia. Bukankah itu sebuah anugerah?”

“Aku tak sudi dimanfaatkan manusia! Manusia terlalu egois dan ketika kita sudah tak dipakai, mereka membuang kita ke tempat sampah!” emosiku melonjak kembali. Kali ini banyak botol-botol lainnya yang setuju dengan pendapatku.

“Karena itulah kita berada di sini. Tugas kita memang sebatas itu. Semua benda di dunia ini punya tugas dan kapasitasnya masing-masing. Kau tidak bisa menjadi manusia atau mengharapkan menjadi benda lain karena mereka pun punya tugas yang berbeda-beda.”

Aku termenung dan terdiam. Penjelasan ketua botol itu pun meredam emosiku.  Aku pun kembali ke barisan seperti yang sudah ditata sebelumnya oleh petugas air mineral. Perlahan aku mencoba menerima posisiku, karena pilihan terbaik hanyalah menerima.

 

"Salah satu cara untuk tetap bertahan hidup adalah dengan cara menerima kenyataan hidup dengan keikhlasan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JIKA MAU MENGAJAR JANGAN PERNAH BERHENTI BELAJAR

Pemimpin Pembelajar dalam Pengelolaan Sumber Daya (Koneksi Antarmateri)

Memahami pernyataan FIFA