About Me karya Ni Luh Dwi Ayu Saraswati
Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya bus yang kami tunggu telah tiba. Bus berwarna biru muda dengan corak batik berwarna ungu itu berhenti tepat di samping kami. Setelah pintu bus dibuka para penumpang mulai keluar satu persatu dengan membawa barang bawaannya. Setelah semua penumpang turun, kini giliran Orion yang masuk ke dalam bus.
Tidak
seperti biasanya, suasana
hatiku siang ini tidak baik-baik saja, hatiku rasanya sesak dan mataku yang
berusaha menahan air mata yang akan keluar.
"Nanti
jangan nangis ya, soalnya
kamu jelek kalau lagi nangis", ucapnya
sambil tertawa kecil. Kata
yang sebenarnya di ucapkan untuk menghiburku malah sebaliknya membuatku ingin
menangis.
Orion
lalu memelukku dengan erat, aroma
hoodie-nya yang familiar itu benar-benar membuatku ingin
menangis. Setelah beberapa lama berpelukan, akhirnya Orion melepaskan pelukan
hangat itu, lalu dia berjalan memasuki bus yang sudah siap berangkat. Aku ingin menahannya tapi
aku mengerti jika menahannya sama saja dengan menahan mimpinya.
Aku
hanya mengingat kata perpisahan yang dia ucapkan. Kata itu terus berkeliaran di
pikiranku.
"Nanti
kalau aku udah dapat pekerjaan yang sesuai, aku bakal balik lagi kesini dan
bakal ngelamar kamu".
Hingga
klakson bus menyadarkanku dari lamunan. Aku hanya bisa melihat bus dengan plat
B itu pergi menjauh diiringi lambaian tangan para penumpang bus yang hangat.
Akhirnya
air mata yang kutahan sudah tidak bisa terbendung lagi. Air mata itu jatuh satu
persatu bersama dengan rasa sesak di dadaku. Bahkan semesta pun tahu
kesedihan ini sehingga ia menurunkan hujan untukku. Semua rasa sesak ini ingin
ku lampiaskan dengan berteriak namun apa dayaku bibir mungil ini tidak ingin
terbuka.
****
Baru
saja aku masuk kedalam rumah, berdiri
seseseorang yang sama sekali tidak ingin kulihat hari ini, ia menyilangkan tangannya
di depan dada dengan wajah sinis. Sungguh aku tidak ingin melihatnya hari ini.
Rasanya bebanku semakin berat ketika melihatnya.
"Darimana
aja kamu, jam
segini baru pulang?", tanya
wanita yang tak lain adalah mama.
"Baru
pulang dari nganterin Orion", jawabku singkat.
"Kamu
masih aja ya, berhubungan
sama si Orion itu, pokoknya
Jean mama gak setuju kamu sama dia", protes
mama dengan kesal.
"Kenapa
sih ma, mama
selalu aja gak suka sama Orion?", tanyaku pada mama.
"Aku
tahu ma, mama
gak suka Orion pasti karena dia dari keluarga sederhana. Lagipula aku sama Orion saling suka ma, kita saling cinta",
ucapku.
"Beda
dari mama sama papa, mama
mau sama papa cuman karena hartanya aja kan. Sampai-sampai mama mutusin buat
cerai dari papa karena perusahaan papa mulai bangkrut", kataku dengan nada
yang tinggi.
"Jean, jaga perkataan kamu ya, dasar kurang
ajar!!", jawab mama dengan penuh amarah.
Aku
yang malas untuk beradu mulut dengan mama, memutuskan untuk pergi
meninggalkan mama yang masih sibuk mengoceh tidak jelas. Kakiku perlahan menaiki
anak tangga satu persatu dan lalu masuk ke dalam kamar.
Setelah
kutaruh tasku di atas kasur aku pun mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar
mandi. Kuhidupkan shower itu yang seketika memancurkan air hangat, kini aku berdiri di bawah
pancuran air itu dan tanpa kusadari air mataku keluar satu persatu.
Setelah
mandi aku memakai piyama kesukaanku, mengambil handphone berlogo apel
itu dari dalam tas tadi, langsung kubuka galeri fotoku yang hampir semua isinya
tentang kenangan antara aku dan Orion. Ya dia Orion, cowok yang selalu
bersamaku selama 2 tahun terakhir, baik dalam suka maupun duka.
Termasuk
saat kedua orang tuaku bercerai. Saat itu aku sangat kesepian dan tertekan hingga
Orion datang memberi kebahagiaan bagiku, dia cowok yang ceria dan friendly
tetapi tidak genit kepada cewek lain, ditambah lagi dia sangat
sabar menghadapi diriku. Itu sebabnya aku menganggapnya seperti malaikat tak
bersayap.
Orion
cowok yang pekerja keras, dia nyaris sempurna, hampir semua pekerjaan
bisa dia lakukan. Mulai dari pekerjaan laki laki maupun perempuan bisa
dilakukannya. Aku bahkan sempat merasa insecure
dengannya. Tapi, Orion
selalu bilang untuk selalu percaya diri dan bersyukur atas pemberian Tuhan.
Itulah sebabnya
aku sangat mencintainya.
Keesokan paginya, ada notif pesan dari Orion. Katanya dia
sudah tiba di kota sejak semalam dan ingin mengabari langsung. Tapi katanya dia
takut menggangu tidurku. Aku senang dia tiba di kota dengan selamat tapi aku
juga sedikit sedih, mungkin karena aku merindukannya.
Selama 3 bulan terakhir, Orion selalu mengabariku tentang kegiatannya. Aku jadi merasa benar-benar diistimewakan
olehnya, katanya
dia sudah dapat pekerjaan . Pagi ini jam menunjukkan angka 08.10 yang berarti sudah waktunya berangkat ke kampus. Waktu
dari rumah ke kampus, tidak lama cuman sekitar 45 menit saja.
Sepanjang jalan dipenuhi dengan bunyi kendaraan yang melintas.
Sampai tiba-tiba aku menoleh ke samping, sebab seseseorang yang tampak familiar
membunyikan klakson motornya. Itu Dery sahabat Orion dan juga sepupuku.
"Mau bareng gak? Mumpung gue mau lewat kampus?", tanyanya
padaku.
"Boleh nih?", tanyaku basa basi.
"Pakek nanya, cepetan naik", jawabnya sedikit ngegas.
Tanpa basa basi lagi aku langsung naik ke
motor nmax hitam itu. Di perjalanan kukira hanya akan ada kesunyian antara kami
tapi akhirnya Dery mulai bertanya.
"Gimana, udah ada kabar dari Orion?", tanyanya
dengan pandangan tetap lurus ke depan.
"Udah kak,katanya dia udah dapat kerjaan
di bidang teknik", jawabku santai.
"Bagus dong, itu kan sesuai keahliannya, pokoknya kamu juga harus bisa cepet nyusul
kerja, biar bisa
cepat nikah, katanya
pengen cepet nikah", ucapnya
panjang lebar.
"Iya, lagi pula ini kan semester terakhir, jadi gak lama lagi aku bakal lulus terus cari
kerja, biar bisa
nyusul Orion", jawabku dengan lengkap.
Tak terasa perjalanan, kami sudah tiba di depan kampus, aku lalu turun dan mengucapkan terimakasih
pada Dery. Ia hanya mengangguk dan menyuruhku masuk ke dalam kampus, lalu pergi meninggalkan kampusku.
Langkah kakiku perlahan memasuki kampus, pagi ini cukup sepi mungkin karena kebanyakan
mahasiswa mengambil kelas siang. Tapi untungnya teman secircle ku semua mengambil kelas dengan waktu yang bersamaan.
"Jean", panggil seseorang yang tak
lain adalah Chaca, sahabatku di kampus. Aku yang merasa terpanggil langsung menoleh ke
belakang. Senyuman terlihat di pipiku, diikuti lambaian tangan menyapa Chaca.
"Udah dari tadi cha?", tanyaku
padanya.
"Barusan dateng, agak lama soalnya bokap gw ngopi dulu
tadi", jawab Chaca dengan santai.
Aku mengangguk tanda mengerti, lalu kami berjalan bersama menuju kelas. Di
saat aku dan Chaca akan masuk ke kelas, kami berpapasan dengan Pak Argan. Dosen muda
nan tampan itu hanya tersenyum walau begitu senyumnya berhasil membuat Chaca
salting brutal.
Aku tidak tahu apa yang membuatnya bisa sangat
menggemari dosen muda itu, ya walaupun Pak Argan memang famous di kalangan mahasiswa, baik putri maupun putra. Banyak mahasiswa
putri yang bilang kalau dirinya mirip Jeno NCT, ya dan itu memang benar dan aku akui itu.
Setelah duduk di kursi aku membuka hp ku, mencari notif dari Orion tapi pagi ini masih
belum ada satupun notif pesan darinya. Semua sahabatku menatapku aneh, aku tidak tau kenapa tapi mereka seperti
merasa kasihan padaku. Karena yang merasa tidak nyaman lalu menanyakan alasan
dari tatapan mereka.
"Kalian kenapa sih?, aneh banget ngeliatin gue, iya gue tahu gue cantik", ucapku percaya
diri.
"Idih najis", jawab Sheva.
"Jen, lo kenapa sih, dari tadi sibuk banget sama hp?", tanya
Chacha.
"Iya, biasanya kalau ada topik gibahan terbaru loe
langsung ikut nimbrung", tambah Mitha.
Aku yang bingung mau menjelaskan situasiku
pada mereka, perlahan
mulai bicara.
"Jadi gini,aku lagi bete, Orion belum ngabarin sejak 3 hari
terakhir", jawabku dengan murung.
Mereka hanya mengangguk tanda mengerti, aku yang masih bete karena belum di kabari Orion
sejak 3 hari terakhir hanya bisa menatap keluar jendela. Aku mencoba memikirkan
alasan Orion belum mengabariku. Aku sih tidak minta dikabari setiap waktu, cukup sehari sekali. Tapi dia bahkan tidak
mengirim satu pesan pun. Itu membuatku semakin merasa feeling lonely.
"Baik sampai disini saja hari ini, kalian boleh bubar", ucap Pak Bagas. Para mahasiswa perlahan berjalan keluar, aku mencoba menelepon Orion tetapi dia bahkan
tidak mengangkat telepon dariku. Aku sudah berulang kali meneleponnya tapi hasilnya
tetap nihil. Sheva yang tahu keadaan ku lalu mengajak aku dan Chaca untuk
menonton film di bioskop bersama. Aku dan Chaca menyetujuinya, lagi pula kapan lagi kami bisa keluar bersama karena tak lama lagi kami
akan segera ujian akhir. Dan kami juga sudah menargetkan sebuah film yang
judulnya "Rumah Singgah". Banyak yang memberi rating tinggi pada film
itu, jadi kami
penasaran dan memutuskan untuk menonton.
Sesampainya di bioskop Sheva langsung memesankan
3 tiket untuk kami bertiga dan yang tidak boleh
ketinggalan adalah popcorn dan cola. Menonton tanpa ada popcorn dan
cola itu tidak seru. Kami lalu melangkahkan kaki ke dalam untuk menonton.
Setelah mendapat kursi kami pun duduk sambil menunggu film diputar. Dan
akhirnya film pun dimulai sepanjang film kami hanya makan dan fokus menonton
film sampai pada sebuah bagian, aku mulai khawatir dan cemas.
Pada bagian itu, terdapat hal yang tidak pernah diharapkan
dalam sebuah hubungan percintaan. Ya, tentu saja perselingkuhan, setiap hubungan pasti benci dengan sebuah perselingkuhan. Pikiranku
mulai tidak karuan, aku mulai menebak-nebak jangan-jangan Orion tidak mengabariku karena dia punya selingkuhan. Tapi aku
berusaha untuk tidak negatif thinking.
Mungkin dia sangat sibuk, jadi tidak punya waktu untuk mengabari atau mungkin dia memang belum
mau mengabari.
Setelah film berakhir, kami bertiga pun meninggalkan bioskop. Aku
memutuskan untuk pulang berjalan kaki. Tak lama setelah itu, langkah kakiku
berhenti tepat di depan sebuah toko buku. Hatiku menggerakkanku untuk masuk ke dalam took dan akhirnya aku melangkahkan satu
persatu kakiku untuk memasuki toko buku itu.
Aku mendorong pintu toko dengan perlahan, lonceng di atas toko pun berbunyi
menandatangani kehadiranku. Aku menghirup aroma buku yang khas dari dalam toko, kakiku lalu melangkah ke arah rak buku yang
paling tengah. Aku berdiri di samping rak buku dan melihat-lihat buku yang ada
di sana. Hal itu membuatku Dejavu, dikarenakan ini adalah tempat yang
sama saat aku pertama kali bertemu dengan Orion.
Saat itu aku melirik Orion dari sela-sela
buku. Saat awal melihatnya hatiku langsung berdebar, ditambah lagi saat dia tersenyum kepadaku.
Bisa di bilang itu adalah cinta pada pandangan pertama. Saat itu aku
memberanikan diri untuk berkenalan dengannya.
****
Setelah merasa bosan di sana, aku memutuskan untuk pulang. Baru saja aku menutup pintu toko, rintikan gerimis turun dan tak lama setelahnya
turun hujan deras. Aku pun berlari mendekati minimarket terdekat untuk membeli
paying namun sayangnya sampai di sana tak ada satu pun payung yang tersisa.
Aku pun memutuskan pulang ke rumah dengan berlari. "Spas" Suara
genangan air yang terinjak, aku tak menghiraukan pakaian serta sepatuku yang basah. Dan memutuskan
terus berlari. Semakin lama hujan semakin deras. Jadi aku memutuskan untuk tetap berlari pulang di bawah derasnya hujan.
Aku lalu sampai pada zebra croz, aku tinggal menyeberangi jalan ini dan aku akan tiba di rumah.
Tanpa melihat arah datang kendaraan yang melintas, aku menyerangi zebra croz itu dan tiba-tiba
sebuah mobil melaju dengan sangat cepat, sorot lampunya menyilaukan mataku disertai bunyi
klakson nya yang mengejutkanku. Dan tiba-tiba "Brak", mobil itu menabrak diriku, tubuhku rasanya terlempar ke sisi jalan. Hampir
semua tubuhku merasa sangat sakit, darah mengalir deras dari dahiku serta penglihatanku mulai buram terdengar
suara banyak orang mengelilingiku dan perlahan lahan mataku mulai tertutup.
****
Rasa sakit masih
terasa di kepalaku, aku berusaha membuka
mataku sedikit demi sedikit, terlihat samar-samar
cahaya lampu di dalam ruangan. Setelah berhasil membuka mata, aku melihat sekitarmu dan
ternyata aku sudah berada di rumah sakit, pandanganku pun
tertuju pada seseorang yang tak kusangka akan ada di sana, tentu saja Orion.
Rasa sakit ditubuhku seakan hilang, senyuman tipis mungil di wajahku, ku lihat Orion yang sedang tertidur di sampingku, sambil menggenggam tanganku. Ku berusaha untuk
duduk lalu ku belai rambutnya yang tebal menggunakan tanganku yang satunya.
Perlahan Orion mulai terbangun karena merasa disentuh. Ia lalu mengambil posisi
duduk dan langsung memelukku.
Air matanya jatuh satu persatu mengenai
bajuku. Aku pun ikut
menangis, aku sungguh
bersyukur karena aku masih dibiarkan untuk menemui orang yang kucintai, utamanya adalah Orion. Sungguh aku masih ingin
menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.
"Syukurlah
kamu udah sadar, kamu
tau aku gak bisa tidur 3 hari gara-gara
kamu?", kata Orion sambil tersenyum.
"Maaf,
aku udah buat kamu khawatir, aku janji bakal lebih hati-hati", jawabku sambil
melingkarkan kelingkingku dan Orion
"Yaudah, jadi kamu mau makan apa
sekarang?, Mau aku beliin
apa?", tanya Orion dengan antusias.
"Aku
gak mau yang lain, aku hanya mau kamu ada di sini", jawabku
padanya, sambil
memeluknya.
Kami
berdua sama-sama tersenyum. Kami saling berbincang, aku menanyakan tentang
hari-hari nya saat bekerja. Tak lama ku
dan datang. Chaca langsung
menangis sambil berjalan memelukku.
"Jena...,lo
gila ya? ". Bisa-bisanya loe nyebrang jalan gak lihat mobil. Lo tau gak
kita panik banget waktu tau loe di bawa ke RS?", marah Chaca padaku
"Acha
bener, gue
juga coba nelpon mama lo tapi gak
diangkat, papa
lo juga, pesan
kita belum dibalas jadi sebelum ke sini kita ke rumah lo dulu tapi mama lo
gak ada di rumah. Jadi
kita mutusin buat telpon Orion dan Syukurlah Orion langsung dateng", kata
Sheva ragu-ragu.
Aku
memang tidak berharap lebih dari mama dan papa. Setelah mereka bercerai, mereka gak pernah peduli
padaku, papa
yang sudah tak tahu bagaimana kabarnya, dan mama yang selalu pergi
meninggalkan diriku dalam situasi apapun. Itu sebabnya aku membenci mereka.
Satu-satunya alasanku kuat adalah demi diriku sendiri.
Aku
tidak mau hidupku hancur seperti kisah keluargaku. Aku berusaha untuk tetap
kuat, aku
harus terbiasa dengan keadaan. Tangisan di malam hari, dukungan palsu dari
orang-orang sekitar yang bermuka dua, caci maki yang datang dari orang tua, aku harus terbiasa.
Perlahan lahan aku mulai didewasakan oleh keadaan.
****
"Dak". Orion menutup pintu
mobil dengan rapat lalu menyalakan mobil. Mobil bergerak perlahan meninggalkan
rumah sakit. Sudah 4 hari aku di rumah sakit, kata dokter aku sudah
boleh pulang. Jika boleh jujur, aku
lebih memilih tinggal di rumah sakit dari pada harus tinggal di rumah tapi
harus berhadapan dengan mama, itu
sungguh menjengkelkan.
"Ini mobil siapa?", tanyaku
pada Orion.
"Punya papanya Dery, aku minjem bentar",
jawab Orion.
Setelah beberapa lama diam di dalam
keheningan, Orion
mulai bertanya.
"Mau langsung pulang nih?",
tanya Orion sambil menyetir.
"Terserah kamu aja", jawabku
pasrah.
"Yaudah kalau gitu, aku bakal ajak kamu ke
suatu tempat yang pasti kamu suka", katanya.
Kini mobil melaju kencang, aku menurunkan jendela
mobil hingga penuh. Kubiarkan angin mengibarkan rambutku, aku terus menatap ke luar
jendela mobil. Perlahan mobil keluar dari jalan kota. Aku tidak bertanya pada
Orion tapi aku yakin tempat yang kami tuju pasti indah.
"Kamu kenapa, kok murung terus?",
tanyanya padaku.
"Gak papa kok", jawabku
singkat.
Aku lalu menatapnya dari samping, pikiranku terus
berkeliaran, apa
aku tanya saja alasannya tidak mengabariku beberapa waktu lalu. Aku berusaha
untuk tidak bertanya namun rasa kepo ku lebih besar. Jadi aku memutuskan untuk
bertanya pada Orion.
"Yang,kamu kok gak ngabarin aku
beberapa hari lalu?, aku
jadi kepikiran tau", tanyaku sambil menatapnya dari samping.
Ia menoleh ke arahku, kini kami saling
bertatapan, ia
lalu tersenyum kepadaku. Tangannya membelai lembut rambutku, aku yang masih penasaran
dengan alasannya mencoba untuk bertanya lagi dan akhirnya Orion memberikan
alasannya.
"Jadi gini, hp ku rusak yang waktu
kerja gak sengaja jatuh, ditambah
lagi aku sibuk banget, bukan
berarti aku gak mau ngabarin kamu", ucapnya lembut.
Aku hanya mengangguk dan kini mobil
sudah memasuki kawasan pedesaan. Setelah perjalanan cukup panjang, kami akhirnya tiba di
sebuah savana. Setelah Orion memarkirkan mobilnya dengan baik, aku langsung membuka
pintu mobil dan berlari keluar. Aku tertawa bahagia.
Orion kini membuka tikar kecil di
atas rambut hijau dan pohon besar di sana. Dia juga menaruh beberapa makanan
dan minuman di atas tikar. Kami lalu duduk dan menikmati pemandangan dan udara
segar dari pedesaan.
"Kayaknya tinggal di depan seru
deh? Beda sama di kota di sini
gak ada macet, udaranya pun
bersih, pemandangannya
juga bagus banget, aku jadi bener-bener
pengen tinggal di desa", ucapku sambil tersenyum lebar.
"Jadi
sekarang cita-citamu mau tinggal di desa gitu?", tanya Orion padaku.
Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan
Orion tadi. Lalu aku menatapnya sekarang, dia yang merasa di tatap
lalu menoleh, sekarang
kami saling bertatap.
"Aku maunya tinggal di desa tapi
sama kamu", ucapku singkat.
Orion lalu mengeluarkan sesuatu dari
dalam kantong celananya. Itu sebuah cincin, cincin itu sangat indah.
Orion menyuruhku untuk berdiri dan dia dalam posisi setengah berlutut.
"Jena,maukah kau menikah
denganku?", tanyanya padaku sambil menunjukan cincin bermata berlian itu.
Aku mengangguk dan berkata,"Iya
Orion, aku
mau", jawabku dengan kencang. Dia tersenyum lebar lalu memasangkan
cincin berlian itu di jari manisku. Orion menarik diriku ke dalam pelukannya
sambil berkata.
"Yaudah, nanti kalau kita udah
nikah, kita
bikin rumah di desa aja biar kamu seneng", katanya sambil memelukku.
****
Kini mobil hitam itu sudah berhenti
di depan depan pagar rumahku, aku
turun dari mobil dengan senyuman kecil di pipiku. Orion ikut turun
mengantarkanku, sudah
saatnya berpisah. Hari sudah semakin malam, kami sudah meninggalkan
pedesaan sejak tadi.
"Yaudah sana masuk, udah malem gak baik
nungguin di luar, dingin
tau", katanya padaku.
"Kamu juga,hati-hati dijalan
ya,jangan ngebut nyetirnya", jawabku.
Orion hanya mengangguk, aku lalu masuk ke dalam
rumah, mood-ku
sedang baik, setelah
dilamar Orion aku tak
henti-hentinya tersenyum sambil melihat ke cincin pemberiannya. Di rumah tak ada satupun
orang yang terlihat. Hanya sebuah kertas yang terletak di atas meja dekat tv.
Itu surat dari mama, katanya
dia lagi di luar kota dan mama menyuruhku untuk tidak menghubungi nya dulu.
Aku tidak peduli dengan surat itu, ku robek suratnya dan ku
buang ke tempat sampah. Kakiku melangkah menaiki anak tangga satu persatu hingga
aku tiba di depan pintu kamar. Kumasuk ke dalam kamar dan menutup pintu
kamarku. Ku baringkan tubuhku di atas
kasur tanpa mengganti pakaian. Aku terus memikirkan nasibku yang malang. Aku
lalu bangun dan mengganti pakaian ku lalu bersiap tidur. Besok aku harus
mengantarkan Orion ke terminal, dia
harus kembali bekerja di kota.
****
Pagi ini,aku sudah berdiri di depan
pagar menunggu Orion datang, sekarang
Orion harus kembali ke kota sebelah untuk bekerja. Tak lama kemudian, Orion datang bersama
motor kesayangannya. Setelah berhenti tepat di depanku, ia memakaikan helm padaku
lalu aku menaiki motornya. Sepanjang jalan kami bercanda ria bersama angin yang
meniup dress putihku. Tak lama kemudian kami sudah tiba di terminal.
Cuaca hari ini tidak bagus, awan hitam sudah menutupi
langit di atas kami. Sepertinya akan segera hujan deras. Sama seperti saat
terakhir, kami
masih menunggu bus yang sama. Tapi kali ini, bus itu datang lebih lama
dari biasanya. Aku sudah meminta Orion untuk tidak pergi hari ini tapi Orion
meyakinkan ku bahwa dia akan baik-baik saja.
Setelah menunggu lama, bus yang kami tunggu pun
tiba. Hari ini, hatiku
sungguh terasa berat melepaskan kepergian Orion. Walaupun tahu dia akan kembali
lagi dalam 2 bulan tapi rasanya sangat berbeda dengan saat pertama kali aku
mengantarnya. Hujan pun mulai turun cukup deras. Orion yang melihatku menggigil
kedinginan lalu melepaskan jaket yang dikenakannya dan mengenakannya padaku.
Klakson bus lagi-lagi menandakan
perpisahan antara aku dan Orion. Ia melambaikan tangannya dari dalam jendela
bus sambil tersenyum kepadaku. Perlahan bersama turunnya hujan yang semakin
deras. Aku memutuskan untuk segera pulang.
****
Sehari setelah Orion kembali ke Kota
sebelah, ia
belum mengabariku lagi, padahal
hpnya sudah diperbaiki. Aku sudah mengirimi spam chat tapi tak ada
satupun yang dibaca olehnya. Siang ini, aku sedanuduk di depan
teras rumahku sambil menatap isi chatku yang belum di baca oleh Orion.
Tak lama kemudian, telpon
masuk dari nomor Orion.
Dengan antusias aku mengangkatnya namun
bukannya Orion yang berbicara di sana melainkan orang lain. Hal yang tak pernah ku
bayangkan akan terjadi dalam hidupku, orang yang menelpon adalah salah satu
anggota tim sar. Ia mengatakan bahwa bus yang ditumpangi oleh Orion mengalami
kecelakaan sehari lalu karena rem blong.
Napasku memburu cepat, dadaku
rasanya sesak, pikiranku
tidak karuan, dan
air mata
yang tak kusadari langsung mengalir deras. Tangisanku pecah bagaikan
kaca yang hancur.
****
Aku berlari sepanjang koridor rumah
sakit meninggalkan jejak air mataku
yang jatuh. Aku berlari menuju ruang mayat lalu aku menghampiri Dery yang sudah
duluan tiba di sana. Tangisan ku semakin pecah saat Dery meyakinkan bahwa Orion
benar-benar sudah meninggal. Kakiku lemas, aku kesusahan untuk
berdiri. Perlahan aku masuk ke ruang mayat, terdapat banyak jenazah
tertutup kain putih. Aku berdiri tepat di samping kantong jenazah bertuliskan
nama Orion Arzha Darendra. Perlahan tanganku membuka kantung jenazah itu, aku menangis
sejadi-jadinya melihat wajah Orion yang dilumuri darah. Dery menepuk pundakku, seakan menyuruhku untuk
tabah. Ia lalu memelukku dengan erat.
"Jean...lo harus tabah ya, terima semuanya, ingat aja
kenangan-kenangan yang indah antara lo sama dia untuk kejadian ini gue tau ini
gak bakal pernah lo lupain dan gue mau lo terima ini semua dengan tabah",
mintanya padaku yang masih menangis.
Aku terus menangis tak menghiraukan
apapun disana. Aku bagaikan sebuah
kepingan puzzel yang hilang dari kelompoknya. Kini aku kehilangan
Orion selamanya, bagian
hidupku yang paling berharga. Satu-satunya orang yang paling mengerti diriku yang
benar-benar menyayangiku. Satu-satunya orang yang tak ingin ku lepaskan, kini terlepas dari
pelukanku selamanya. Alasan lain dari hidupku kini sudah pecah bersama air mata yang jatuh.
****
Dua tahun sudah Orion pergi
meninggalkan luka hebat di hatiku. Tentang hidup bersama di rumah sederhana di
pedesaan serta impian lain antara aku dan dia, sudah terkubur bersama
tanah yang mengubur tubuhnya dulu. Sekarang semua hanyalah tinggal kenangan.
Kini aku harus melanjutkan sisa
hidupku yang lebih buruk, Orion
yang pergi menghadap Yang Kuasa, mama
yang sudah punya keluarga baru dan meninggalkan ku sendiri, serta papa yang sampai
sekarang tak tahu ada dimana. Aku harus terus bertahan untuk diriku sendiri.
Walau kini Orion sudah tak ada di sisiku lagi tapi semua
kenangan antara aku dan dia tak akan pernah hilang. Orion akan selalu ada di
dalam hatiku, melengkapi
sisa-sisa hariku yang tak terlalu baik. Satu-satunya yang akan menghapus air
mata di hatiku setiap malam. Hanya satu dan itu adalah Orion.
Datah,7 April 2023
Komentar
Posting Komentar