Tanamkan Benih Kultur Profesi Guru sebagai Perjalanan Spiritual


Tadi pagi di grup Whatsapp GSM sudah mendapatkan pencerahan dari Founder GSM, pak Rizal meski terburu-buru akan berangkat ke sekolah, hehehe. Pencerahan tersebut tentang perlunya perubahan mindset guru. Dalam tulisannya, beliau menyampaikan bahwa ibarat mobil, kurikulum itu sebagai fitur seperti Hill assist, honda sensing, traksi control dan lain-lainnya. Jika diibaratkan sebuah rumah, kurikulum itu bagian interiornya, sifatnya mengikuti perkembangan zaman atau permintaan pasar. Yang menjadi fungsi utama dari mobil adalah membawa penumpang (siswa/ generasi) dari satu titik ke titik lain seperti perkembangan usia hidup. Yang paling dibutuhkan dari mobil adalah mesin dan pengemudi. Tanpa keduanya, secanggih apapun fiturnya akan percuma tanpa mesin dan pengemudi. Gambaran mobil tersebut sebagai analogi dalam bidang pendidikan. Yang menjadi mesin dari pendidikan adalah kultur budaya belajar sekolah sedangkan pengemudi itu gurunya. Dua faktor ini dampaknya struktural dan jangka panjang bagi kecerdasan dan mental anak-anak kita ke depan, ungkap Pak Rizal melalui pesan whatsapp di salah satu grup para penyimpang positif. Pagi ini saya merasa mendapat energi baru yang selalu diingatkan tentang the fungsi utama dari pendidikan, yang bertahun-tahun saya rasakan ada salah arah pada diri saya sebagai pendidik. Bertahun-tahun saya hanya disibukkan oleh segudang adminsitrasi, ketuntasan materi dengan mengisi materi dengan cara-cara yang seragam.

Kubaca lebih lanjut pesan yang disampaikan semakin menusuk tajam hati ini. “Maka perbaiki keduanya terlebih dahulu. Sejahterakan keduanya. Jika tidak bisa dengan materi (infrastruktur dan gaji), maka sejahterakan wellbeing dan perasaan mereka, kualitas mengajarnya agar bermakna dan berdampak nyata. Hidupkan kultur budaya belajar yang memantik kecintaan belajar anak, curiosity terhadap hal baru, keterbukaannya pada ilmu dari manapun dan keliaran berpikirnya (imajinasinya) agar berani memulai aksi dan mengantisipasi perubahan. Itulah yang sedang diperjuangkan di gerakan ini, Gerakan Sekolah Menyenangkan”, ungkap Pak Rizal semakin mendalam maknanya.

Dari uraian tersebut saya kembali berpikir, sudahkah saya sebagai guru melakukan hal tersebut selama ini? Sudahkan saya memantik dengan tantangan-tantangan sehingga siswa semakin cinta untuk belajar bukan belajar karena terbebani. Jangan-jangan apa yang dilakukan selama ini justru mematikan rasa ingin tahu karena prosesnya cenderung seragam. Jangan-jangan apa yang kita lakukan untuk siswa hanya sebatas agar siswa menguasai materi (transfer pengetahuan) agar mendapat nilai yang bagus ketika ulangan dan ujian. Akhirnya anak didik kita sebatas tahu saja dan dibatasi oleh capaian kompetensi dan tidak mendalam. Kembali pikiran saya melayang melampaui batas membayangkan sebuah kesalahan yang saya alami bertahun-tahun seperti sebuah kayu yang termakan api tak akan mampu mengubah apa yang telah terjadi.

Kembali saya membaca kelanjutan dari pesan Founder GSM. “Itulah filsafat pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan. Ilmu filsafat memang tidak menciptakan sesuatu yang nyata seperti link and match di vokasi atau nilai tinggi SBMPTN tetapi filsafat dapat membuka keluasan cakrawala berpikir, membuka segi-segi kemanusiaan kita, dan menuntun arah moral hidup manusia. Sehingga tidak kebakaran jenggot dengan materialistik baru seperti program-program pendidikan yang sifatnya artistik layaknya interior seperti kurikulum merdeka, kurtilas, Platform Merdeka Mengajar, guru atau sekolah penggerak dan sebagainya. Semua itu baik tetapi tidak cukup untuk diperebutkan hingga melupakan esensinya”, ungkap Pak Rizal. Semakin saya baca semakin menohok, karakter yang menjadi point utama dan penting untuk dikembangkan justru terlupakan karena terabaikan.

“Bagi guru sejati di Gerakan Sekolah Menyenangkan, first principle thinkingnya adalah menginspirasi, membangun keberanian dan kepercayaan diri serta menuntun bawaan lahir murid yang haus akan rasa ingin tahu dan keliaran berimajinasi kreatif. Semoga forum GSM ini benar-benar menuntun kita menjadi guru yang menemukan kesejatian dan tujuan moral dalam mendidik generasi bangsa ini agar terarah dan terhempas terseret pusaran perubahan dunia”,  ungkap Pak Rizal lebih lanjut.

 

25 Maret 2023

Salam GSM

Berubah Berbagi Berkolaborasi 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JIKA MAU MENGAJAR JANGAN PERNAH BERHENTI BELAJAR

Pemimpin Pembelajar dalam Pengelolaan Sumber Daya (Koneksi Antarmateri)

Memahami pernyataan FIFA