Pendidikan Guru Penggerak, Apakah Awal Mengasah Kemampuan Profesional Guru?


Tulisan ini hadir sebagai apresiasi terhadap Bapak I Gede Sarya,M.Pd. yang telah berpindah tugas ke SMPN 5 Singaraja. Di mana beliau sedang dalam pendidikan CGP Angkatan 7. Beliau selalu menjadi inspirasi bagi guru-guru di SMPN 4 Abang.


Tak terasa kegiatan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) akan segera berakhir. Ketika menulis catatan ini, waktu menunjukan pukul 20.00 Wita pada Kamis, 30 Maret 2023. Tak terkira pembelajaran dan pengajaran yang didapatkan melalui kegiatan PGP tersebut. Materi, keluarga baru, diskusi yang membangun, kritik dan saran. Utamanya adalah mengembangkan diri kita dalam kaitan pembelajaran atau pengelolaan iklim pendidikan yang menghamba pada murid.

Sebelum mendapat gelontoran materi dari PGP, apa yang disebut belajar sangat berbeda dengan difinisi belajar setelah mengikuti PGP. Mencatat, berdiskusi, melakukan presentasi, taya jawab, menggunakan metode ini, metode itu dengan lembaran admistrasi yang berjilid-jilid.

Dengan harapan bisa membentuk murid sesuai yang kita harap-harapkan, belum lagi ekspektasi kita terhadap pembelajaran yang kita lakukan. Inginya seperti ini, hasilnya seperti itu, kadang tidak nyambung, bahkan terkesan sangat tidak relevan, sekian lama mengajar murid tak kunjung dapat nilai yang diharapkan.

Lebih-lebih menempatkan pembelajaran yang kita lakukan seperti memperlakukan koran.

“Habis dibaca dijadikan bungkus makanan” tidak memiliki makna.

Bagaimana tidak!.

Berbulan bulan kita mengajar, mengejakan PAS, PTS atau uji kompetensi lainnya dengan waktu yang sangat singkat dan dengan hasil yang tidak memuaskan. Dalam hati kecil apa yang salah dengan pelajaran yang kita lakukan? Apa yang kurang? Nilai-nilai saja harus didongkrak, dinaikan dan dikatrol.

Waktu itu kita selalu berorientasi pada diri dan lebih banyak menyalahkan murid karena tidak belajar atau tidak mendengarkan apa yang ajarkan kepada mereka. Orientasi itu kemudian perlahan terkikis melalui Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang  diikuti.

Pada pembelajaran modul 1, CGP langsung tersentak karena dalam materi Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional – Ki Hajar Dewantara, laku pendidikan tidaklah seperti yang dikerjakan selama ini. Pendidikan lebih menekankan pada bagaimana kita bisa mengimplementasi apa yang menjadi jantung pendidikan itu sendiri.

Yaitu, “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”.

Ternyata guru bukanlah figur utama dalam pengajaran namun murid-lah yang menjadi pemeran utama. Guru hanya sebagai fasilitator sedang murid sebagai kreator untuk menciptakan pembelajaranya. Maka, sesuailah filosofi tersebut. Guru hanya menuntun dengan memberi contoh, mendorong, dan motivasi. Hal itu dilakukan karena murid sudah memiliki lakunya masing-masing sedangkan tugas kita hanya menebalkannya.

Sehingga dalam konsep itu, muncul kesadaran pada diri kita, bahwa pembelajaran haruslah menghamba pada murid. Maksudnya adalah bagaimana pembelajaran yang memfasilitasi murid untuk menjadi kreator dan aktor, dengan dilandasi pada pendidikan yang mengembangkan kodrat anak yaitu kodrat zaman dan kodrat alam.

Terlebih ketika kita beranjak pada modul selanjutnya. Utamanya pada pembelajaran guru harus memiliki nilai, peran, visi dan mampu untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi murid untuk tumbuh-kembangnya di sekolah. Di mulai dari nilai dan peran guru penggerak, kita belajar.

Selama ini kita tidak memahami betul nilai dan peran saya sebagai guru, kecuali pada skala profesionalisme yang harus dimiliki seorang guru. Ternyata pemahaman itu masih sangat jauh. Berbekal pada pembelajaran yang kita alami, kita memahami bahwa seorang guru memiliki nilai dan peran yang ada dalam dirinya.

Nilai itu mencakup nilai mandiri, inovatif, berpihak pada murid, koloboratif serta reflektif. Sedangkan peran, menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong koloborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, serta menggerakan komunitas praktisi. Dari situ kemudian merubah pemikiran kita tentang apa itu guru? Guru bukan hanya seorang yang tugasnya membuat administrasi, datang, mengajar, buat penilaian, sudah.

Guru memiliki nilai dan peran yang sudah ada dalam dirinya, namun tidak pernah ditekan tombol aktifnya. Oleh karena itu, hari ini tombol itu ditekan sehingga kita  punya pandangan visi yang berbeda terhadap pembelajaran yang dilakukan. Visi itu selain dihiasi oleh nilai dan peran kita sebagai guru juga diisi dengan nilai-nilai dari profil pelajar pancasila (mandiri, kreatif, berbineka global, gotong-royong, bernalar kritis, dan beriman bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia).

Visi tersebut juga diharapkan memiliki kaitan yang erat dengan road map tujuan pendididikan Indonesia. Lebih dari itu, visi yang kita pegang tersebut mampu menjadi pengingat diri untuk memfasilitasi pembelajaran yang berpihak pada murid.

 "Untuk bisa bersama perlu keteguhan yang luar biasa dari sebelumnya. Jadi jangan jadikan perpisahanmu adalah sebuah akhir dari segala bentuk perjalanan tetapi jadikan ia sebagai awal kisah baru yang lebih indah dari sebelumnya."


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemanfaatan Aset dengan Metode Bagja (Sebuah Refleksi Diri)

Pemimpin Pembelajar dalam Pengelolaan Sumber Daya (Koneksi Antarmateri)

Pengembangan Pola Pikir Berbasis Aset pada Pengurus OSIS SMPN 4 Abang (Implementasi Berpikir Berbasis Aset Sejak Dini)